A. Karakteristik Sastra Anak Secara Umum
Hasyim
(1981) mengemukakan bahwa cerita yang diberikan kepada anak hendaknya memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1.
Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak.
2.
Isi ceritanya haruslah sesuai dengan tingkat umur dan perhatian anak. Pada
tahap pertama (kelas 1-3 SD) bacaan untuk anak laki-laki dan wanita dapat
disamakan. Untuk selanjutnya (kelas 4-6 SD) secara berangsur-angsur akan
kelihatan bahwa anak laki-laki lebih menyenangi cerita petualangan, olahraga,
dan teknik, sedangkan anak wanita lebih menyenangi cerita yang bersifat
kekeluargaan dan sosial.
3.
Hendaknya jangan diberikan cerita yang bersendikan politik tetapi mengutamakan
pendidikan moral dan pembentukan watak.
Apa
yang dikemukakan oleh Hasyim sejalan dengan Pramuki (2000) bahwa hendaknya
cerita yang diberikan kepada anak adalah cerita yang sesua dengan tingkat
perkembangan usia anak-anak, yakni anak usia 6-9 tahun lebih menyenangi cerita
yang bertema kehidupan sehari-hari sampai termasuk dongeng hewan dan cerita
lucu sedangkan anak usia 9-12 tahun menyukai cerita yang bertema tentang
kehidupan keluarga yang dilukiskan secara realistis, cerita fantastis, dan
cerita petualangan.
B. Karakteristik Sastra Anak yang Lebih
Spesifik
Adapun
karakteristik bacaan anak bila ditinjau dari beberapa segi antara lain sebagai
berikut.
Bentuk Penyajian
Bacaan
sastra untuk anak-anak dari segi bentuk penyajian memiliki ciri tertentu dibandingkan
dengan bentuk penyajian bacaan sastra untuk orang dewasa. Bentuk penyajian
sastra anak-anak memperhatikan format buku, bentuk huruf, variasi warna kertas,
ukuran huruf, dan kekayaan gambar.
1.
Format buku sebaiknya disesuaikan dengan dunia anak-anak sehingga memberikan
efek khusus dari kesan visual dari bentuk yang membadani seluruh buku itu.
Ilustrasi gambar sampul hendaknya mewakili tema yang digarap dalam buku itu dan
harus disesuaikan dengan khalayak penikmatnya (siswa SD). Bentuk buku yang diperuntukkan
bagi anak-anak sebaiknya dipilihkan bentuk persegi panjang yang horizontal
dengan ukuran disesuaikan, misalnya kelas awal dan menengah digunakan ukuran
20,5 x 28 cm, sedangkan untuk kelas tinggi 20,5 x 23 cm. Penjilidan juga turut
menentukan minat anak,
sebaiknya
buku dijilid tebal sehingga tidak mudah rusak, dan divariasikan dengan warna
yang variatif yang memberikan efek visual yang menarik.
2.
Ukuran dan bentuk huruf hendaknya tidak terlalu kecil, tetapi juga tidak
terlalu besar, sehingga tidak menyulitkan anak saat membacanya. Setiap buku
yang diperuntukkan bagi anak-anak juga diharapkan dicetak dalam kertas putih
bersinar sehingga memberikan efek visual yang lebih terutama bila di dalamnya
disajikan banyak gambar dengan menggunakan ilustrasi multiwarna sebagai
pengayaan yang memudahkan anak memahami cerita dan membuat mereka lebih
tertarik.
3.
Ilustrasi gambar sebagai alat penceritaan harus mampu membuat cerita lebih
hidup dan yang lebih penting harus menunjukkan adanya harmoni atau kesesuaian
dengan cerita. Dengan demikian, bila anak melihat gambar, maka mereka akan
terdorong untuk lebih melatih dirinya dalam mengembangkan persepsi, imajinasi
dan bahasa melalui gambar tentang realitas yang dia amati. Gambar yang berisi
realitas-imajinasi yang akan dia amati dalam buku cerita yang akan dilihat
dibahasakan sebaiknya jangan disajikan memenuhi satu halaman karena akan
mengganggu persepsi anak.
Bahasa yang Digunakan
Pemanfaatan konteks bacaan dan kalimat
sebagai petunjuk penafsiran makna suatu kata hendaknya dipertimbangkan.
Keseimbangan,
kemulusan dan kelancaran proses pemahaman bacaan sastra oleh anak juga
ditentukan oleh penggunaan kata-kata yang dari segi bentuk dan maknanya
berbeda. Dari segi kalimat, sebaiknya digunakan kalimat sederhana dalam arti
tidak terlalu panjang dan tidak banyak menggunakan pelesapan kata. Dengan
demikian, agar pengekspresian sesuatu lewat wahana bahasa yang terwujud dalam
bentuk teks dan tersusun dalam bentuk sebuah cerita itu mudah difahami anak,
maka penggunaan bahasa sangatlah perlu diperhatikan kesesuaiannya terutama
dengan tingkat kemampuan membaca anak.
Cara Penuturan
Dari segi cara penuturan, ciri bacaan
cerita anak diarahkan pada teknik penuturan cerita yang merujuk pada pemilihan
kata, penggunaan gaya bahasa, teknik penggambaran tokoh dan latar cerita.
Dalam
teknik penuturan, pemilihan kata dan gaya bahasa hendaknya disesuaikan dengan
readiness anak yaitu dengan menggunakan kata dan gaya bahasa yang kongkret
sesuai dengan perkembangan kognitif mereka dan mengacu pada pengertian yang
tersurat. Teknik penuturan latar dan tokoh sebaiknya lebih banyak digunakan
teknik adegan dilengkapi dengan dialog atau penggambaran dan teknik montase
yaitu penuturan berdasarkan kesan dan observasi yang tersaji secara asosiatif.
Ditinjau dari bacaan cerita anak-anak, maka cara penuturan bisa dilakukan
dengan cara reportatif, deskriptif, naratif, atau secara langsung.
Dalam teknik penuturan sebaiknya yang
digunakan adalah teknik penyajian naratif yang memang banyak digunakan dalam
cerita anak-anak. Meskipun demikian, di dalamnya masih tetap didukung oleh
reportatif dan deskripsi berupa ilustrasi gambar. Pemilihan teknik penuturan
biasanya disesuaikan dengan readiness anak seperti, cara naratif tadi atau bisa
juga dengan menggunakan gaya penuturan lakuan melalui dialog dan narasi dan
digambarkan secara hidup dan menarik sehingga terfahami oleh anak. Sedangkan
penuturan secara langsung kurang cocok digunakan karena tidak mengembangkan
imajinasi anak.
Tokoh, Penokohan, Latar, Plot, dan Tema
1.
Dari segi tokoh, bacaan cerita anak-anak menampilkan tokoh yang jumlahnya tidak
terlalu banyak (tidak melebihi 6 pelaku). Ini dimaksudkan agar tidak
membingungkan anak dalam memahami alur cerita yang tergambarkan lewat rentetan
peristiwa yang ada. Penokohan atau karakterisasi tokoh dilakukan dengan tegas
dan langsung menggambarkan wataknya dengan dilengkapi oleh penggambaran fisik
dengan cara yang jelas. Karakterisasi juga bisa dilakukan melalui penggambaran
perilaku tokoh-tokoh yang tergambarkan dalam alur. Motivasi dan peran yang
diemban para tokoh digambarkan dengan tegas secara imajinatif.
2.
Latar cerita anak hendaknya menggambarkan tempat-tempat tertentu yang menarik
minat mereka, misalnya tempat persembunyian John Wayne (dalam “Batman”) atau
Clark (dalam “Superman”) saat mereka mengganti baju atau berubah menjadi tokoh
Batman dan Superman dalam cerita jenis fantasi. Dalam jenis cerita lain tempat
hendaknya disesuaikan kedekatannya dengan kehidupan anak misalnya, lingkungan
rumah, sekolah, tempat bermain, kebun binatang, dan lain-lain. Latar cerita
yang digunakan harus mampu mengaktualisasikan dan menghidupkan cerita.
3.
Dari segi alur atau plot, bacaan cerita anak-anak mengandung plot yang bersifat
linier dan berpusat pada satu cerita sehingga tidak membingungkan anak.
Rentetan peristiwanya dikisahkan dengan cara yang tidak kompleks dan menunjukkan
hubungan sebab akibat yang diungkap secara jelas dan digambarkan secara hidup
dan menarik.
4.Tema
bacaan cerita anak biasanya sesuai dengan minat mereka misalnya tentang
keluarga, berteman, cerita misteri, petualangan, fantasi, cerita yang luculucu,
tentang binatang, cerita kepahlawanan, dan sebagainya.
5.Point
of view dalam cerita anak-anak dipilih penutur dan disesuaikan dengan
karakteristik gambaran peristiwanya. Penutur tidak meng-aku-kan diri yang
berperan sebagai pelaku karena akan menimbulkan kesan aneh. Jadi hendaknya
penuturan langsung menggunakan penyebutan nama.