Selasa, 03 November 2020

KARAKTERISTIK ANAK

A. Karakteristik Sastra Anak Secara Umum


Hasyim (1981) mengemukakan bahwa cerita yang diberikan kepada anak hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak.

2. Isi ceritanya haruslah sesuai dengan tingkat umur dan perhatian anak. Pada tahap pertama (kelas 1-3 SD) bacaan untuk anak laki-laki dan wanita dapat disamakan. Untuk selanjutnya (kelas 4-6 SD) secara berangsur-angsur akan kelihatan bahwa anak laki-laki lebih menyenangi cerita petualangan, olahraga, dan teknik, sedangkan anak wanita lebih menyenangi cerita yang bersifat kekeluargaan dan sosial.

3. Hendaknya jangan diberikan cerita yang bersendikan politik tetapi mengutamakan pendidikan moral dan pembentukan watak.

Apa yang dikemukakan oleh Hasyim sejalan dengan Pramuki (2000) bahwa hendaknya cerita yang diberikan kepada anak adalah cerita yang sesua dengan tingkat perkembangan usia anak-anak, yakni anak usia 6-9 tahun lebih menyenangi cerita yang bertema kehidupan sehari-hari sampai termasuk dongeng hewan dan cerita lucu sedangkan anak usia 9-12 tahun menyukai cerita yang bertema tentang kehidupan keluarga yang dilukiskan secara realistis, cerita fantastis, dan cerita petualangan.

 

B. Karakteristik Sastra Anak yang Lebih Spesifik

Adapun karakteristik bacaan anak bila ditinjau dari beberapa segi antara lain sebagai berikut.

 Bentuk Penyajian

Bacaan sastra untuk anak-anak dari segi bentuk penyajian memiliki ciri tertentu dibandingkan dengan bentuk penyajian bacaan sastra untuk orang dewasa. Bentuk penyajian sastra anak-anak memperhatikan format buku, bentuk huruf, variasi warna kertas, ukuran huruf, dan kekayaan gambar.

1. Format buku sebaiknya disesuaikan dengan dunia anak-anak sehingga memberikan efek khusus dari kesan visual dari bentuk yang membadani seluruh buku itu. Ilustrasi gambar sampul hendaknya mewakili tema yang digarap dalam buku itu dan harus disesuaikan dengan khalayak penikmatnya (siswa SD). Bentuk buku yang diperuntukkan bagi anak-anak sebaiknya dipilihkan bentuk persegi panjang yang horizontal dengan ukuran disesuaikan, misalnya kelas awal dan menengah digunakan ukuran 20,5 x 28 cm, sedangkan untuk kelas tinggi 20,5 x 23 cm. Penjilidan juga turut menentukan minat anak,

sebaiknya buku dijilid tebal sehingga tidak mudah rusak, dan divariasikan dengan warna yang variatif yang memberikan efek visual yang menarik.

 

2. Ukuran dan bentuk huruf hendaknya tidak terlalu kecil, tetapi juga tidak terlalu besar, sehingga tidak menyulitkan anak saat membacanya. Setiap buku yang diperuntukkan bagi anak-anak juga diharapkan dicetak dalam kertas putih bersinar sehingga memberikan efek visual yang lebih terutama bila di dalamnya disajikan banyak gambar dengan menggunakan ilustrasi multiwarna sebagai pengayaan yang memudahkan anak memahami cerita dan membuat mereka lebih tertarik.

 

3. Ilustrasi gambar sebagai alat penceritaan harus mampu membuat cerita lebih hidup dan yang lebih penting harus menunjukkan adanya harmoni atau kesesuaian dengan cerita. Dengan demikian, bila anak melihat gambar, maka mereka akan terdorong untuk lebih melatih dirinya dalam mengembangkan persepsi, imajinasi dan bahasa melalui gambar tentang realitas yang dia amati. Gambar yang berisi realitas-imajinasi yang akan dia amati dalam buku cerita yang akan dilihat dibahasakan sebaiknya jangan disajikan memenuhi satu halaman karena akan mengganggu persepsi anak.

 

Bahasa yang Digunakan

  Pemanfaatan konteks bacaan dan kalimat sebagai petunjuk penafsiran makna suatu kata hendaknya dipertimbangkan.

Keseimbangan, kemulusan dan kelancaran proses pemahaman bacaan sastra oleh anak juga ditentukan oleh penggunaan kata-kata yang dari segi bentuk dan maknanya berbeda. Dari segi kalimat, sebaiknya digunakan kalimat sederhana dalam arti tidak terlalu panjang dan tidak banyak menggunakan pelesapan kata. Dengan demikian, agar pengekspresian sesuatu lewat wahana bahasa yang terwujud dalam bentuk teks dan tersusun dalam bentuk sebuah cerita itu mudah difahami anak, maka penggunaan bahasa sangatlah perlu diperhatikan kesesuaiannya terutama dengan tingkat kemampuan membaca anak.

 

Cara Penuturan

      Dari segi cara penuturan, ciri bacaan cerita anak diarahkan pada teknik penuturan cerita yang merujuk pada pemilihan kata, penggunaan gaya bahasa, teknik penggambaran tokoh dan latar cerita.

Dalam teknik penuturan, pemilihan kata dan gaya bahasa hendaknya disesuaikan dengan readiness anak yaitu dengan menggunakan kata dan gaya bahasa yang kongkret sesuai dengan perkembangan kognitif mereka dan mengacu pada pengertian yang tersurat. Teknik penuturan latar dan tokoh sebaiknya lebih banyak digunakan teknik adegan dilengkapi dengan dialog atau penggambaran dan teknik montase yaitu penuturan berdasarkan kesan dan observasi yang tersaji secara asosiatif. Ditinjau dari bacaan cerita anak-anak, maka cara penuturan bisa dilakukan dengan cara reportatif, deskriptif, naratif, atau secara langsung.

    Dalam teknik penuturan sebaiknya yang digunakan adalah teknik penyajian naratif yang memang banyak digunakan dalam cerita anak-anak. Meskipun demikian, di dalamnya masih tetap didukung oleh reportatif dan deskripsi berupa ilustrasi gambar. Pemilihan teknik penuturan biasanya disesuaikan dengan readiness anak seperti, cara naratif tadi atau bisa juga dengan menggunakan gaya penuturan lakuan melalui dialog dan narasi dan digambarkan secara hidup dan menarik sehingga terfahami oleh anak. Sedangkan penuturan secara langsung kurang cocok digunakan karena tidak mengembangkan imajinasi anak.

 

 Tokoh, Penokohan, Latar, Plot, dan Tema

 

1. Dari segi tokoh, bacaan cerita anak-anak menampilkan tokoh yang jumlahnya tidak terlalu banyak (tidak melebihi 6 pelaku). Ini dimaksudkan agar tidak membingungkan anak dalam memahami alur cerita yang tergambarkan lewat rentetan peristiwa yang ada. Penokohan atau karakterisasi tokoh dilakukan dengan tegas dan langsung menggambarkan wataknya dengan dilengkapi oleh penggambaran fisik dengan cara yang jelas. Karakterisasi juga bisa dilakukan melalui penggambaran perilaku tokoh-tokoh yang tergambarkan dalam alur. Motivasi dan peran yang diemban para tokoh digambarkan dengan tegas secara imajinatif.

 

2. Latar cerita anak hendaknya menggambarkan tempat-tempat tertentu yang menarik minat mereka, misalnya tempat persembunyian John Wayne (dalam “Batman”) atau Clark (dalam “Superman”) saat mereka mengganti baju atau berubah menjadi tokoh Batman dan Superman dalam cerita jenis fantasi. Dalam jenis cerita lain tempat hendaknya disesuaikan kedekatannya dengan kehidupan anak misalnya, lingkungan rumah, sekolah, tempat bermain, kebun binatang, dan lain-lain. Latar cerita yang digunakan harus mampu mengaktualisasikan dan menghidupkan cerita.

 

3. Dari segi alur atau plot, bacaan cerita anak-anak mengandung plot yang bersifat linier dan berpusat pada satu cerita sehingga tidak membingungkan anak. Rentetan peristiwanya dikisahkan dengan cara yang tidak kompleks dan menunjukkan hubungan sebab akibat yang diungkap secara jelas dan digambarkan secara hidup dan menarik.

 

4.Tema bacaan cerita anak biasanya sesuai dengan minat mereka misalnya tentang keluarga, berteman, cerita misteri, petualangan, fantasi, cerita yang luculucu, tentang binatang, cerita kepahlawanan, dan sebagainya.

 

5.Point of view dalam cerita anak-anak dipilih penutur dan disesuaikan dengan karakteristik gambaran peristiwanya. Penutur tidak meng-aku-kan diri yang berperan sebagai pelaku karena akan menimbulkan kesan aneh. Jadi hendaknya penuturan langsung menggunakan penyebutan nama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar